VIVAnews - Pemerintah Inggris meminta pengelola laman jejaring sosial terkemuka, Facebook, untuk menghapus akun pribadi milik 30 narapidana (napi) di "Negeri David Beckham" itu.
Pasalnya, meski dikurung di dalam sel, para napi masih bisa melacak korban kejahatan mereka lewat internet, salah satunya dengan menyambangi Facebook.
Dalam beberapa kasus, para tahanan menggunakan situs pertemanan untuk mengorganisir kejahatan atau berkoordinasi dengan anggota kawanan di luar penjara.
Napi-napi di Inggris sebenarnya dilarang menggunakan situs jejaring sosial seperti Facebook. Tidak seperti negara Eropa lain, Inggris melarang hampir semua tahanan untuk mengakses internet, kecuali untuk kepentingan pendidikan, itupun dilakukan di bawah pengawasan.
Namun otoritas Inggris mengakui bahwa beberapa napi menyelundupkan telepon selular yang tersambung internet untuk memperbarui (update) akun Facebook mereka. Napi-napi pun bisa minta bantuan teman di luar penjara untuk meng-update akun di Facebook.
Pengumuman larangan akses ke jaringan sosial membuat para pengguna internet cemas kalau-kalau pemerintah akan menginterfensi kegiatan online mereka. Namun banyak korban kejahatan mengatakan tindakan itu harus dilakukan.
"Kalau seseorang terbukti melakukan kejahatan, dia kehilangan kebebasan sipil," kata Gary Trowsdale dari Families United, kelompok yang didirikan oleh para kerabat korban pembunuhan yang masih berusia muda. "Namun menurut kami, mereka juga harus kehilangan kebebasan cyber mereka," lanjutnya.
Awal pekan ini Families United bertemu dengan Menteri Kehakiman Jack Straw. Straw mengatakan, pemerintah akan bertindak untuk mengatasi kasus-kasus di mana napi mencoba menghubungi korban atau keluarga melalui internet. (AP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan anda meninggalkan komentar dengan menjunjung tinggi nilai etika dan kesopanan.... terimakasih atas partisipasi dan kunjungan anda....
salam korsa,